Minggu, 04 Oktober 2009

agama kristen

Christ and Culture

  • Christ Against Culture

Pada dasarnya, topik Kristus melawan kebudayaan

menggambarkan suatu sikap yang radikal, yang benar-

benar menolak segala sesuatu yang berhubungan dengan

dunia ini termasuk di dalamnya kebudayaan. Di sini,

Kristus dipertentangkan dengan kebudayaan. Dalam sikap

radikal ini, kekristenan menganggap dirinya sebagai

suatu komunitas yang suci. Sedangkan dunia dianggap

sebagai sesuatu yang jahat dan harus ditolak dan

dihindari.


Hal ini tidaklah tepat sebab dalam banyak aspek, Kristus

tetap berada dalam budaya, Kristus tetap menjalankan budaya

Yahudi. Kritus melawan budaya ini seolah-olah menjadikan

Kristus tinggi dan Kekristenan agung. Pandangan-pandangan

radikal seperti ini akhirnya membuat Kekristenan tidak bisa

lagi hidup di tengah dunia. Orang yang memegang prinsip ini,

biasanya akan tersingkir dan Kristus menjadi kalah. Mereka

membentuk kebudayaan sendiri, kelompok tersendiri dan hidup

tersendiri. Mereka menganggap kebudayaan itu sebagai

kebudayaan Kristus tetapi sesungguhnya, kebudayaan itu tidak

ubahnya dengan budaya dunia yang membedakan kebudayaan

mereka tidak cocok dengan kebudayaan dunia. Perhatikan,

Alkitab tidak pernah mengajarkan kita untuk melawan dan

menjadi anti budaya.


  • Christ of Culture

Budaya harus diisi dengan hal-hal yang berbau Kekristenan

dengan demikian kebudayaan itu menjadi milik Kristus

sekarang. Konsep inilah yang hari ini banyak dipakai. Orang

menganggap cara ini merupakan suatu kerjasama dimana kita

tidak menghancurkan budaya tetapi kita menggunakan semua

budaya yang ada dengan demikian budaya yang tadinya budaya

setan kini menjadi budaya Kristus. Adalah kesalahan fatal,

banyak orang yang menganggap budaya itu sifatnya netral maka

tergantung dari siapa yang memakainya. Budaya itu akan

menjadi milik setan kalau setan yang memakainya maka budaya

itu menjadi the culture of satan, atau kalau manusia yang

menggunakannya akan menjadi the culture of human being, dan

kalau Kristus yang memakai budaya akan menjadi the culture

of Christ.


Sebagai contoh, cara berpakaian, orang menganggap sudah

menjadi budaya Kristus kalau sudah memberinya dengan

aksesori atau atribut ”rohani.” Orang Yahudi juga melakukan

hal yang sama, budaya duniawi yang mereka pandang baik lalu

dilabel dengan agama maka mereka sudah menganggapnya sebagai

agama. Hari inipun masih banyak orang yang tidak mengerti

apa itu agama, mereka hanya memakai adat istiadat yang

diberi label agama tertentu dan menganggapnya sebagai

budaya. Dalam hal ini budaya itu lebih besar sedang Kristus

hanya mengikut di dalamnya.


  • Christ Above Culture

Kristus seolah-olah hanya hidup dalam satu kultur tertentu yang mengatasi semua kultur. Contohnya, Islam menjadikan kultur Timur Tengah sebagai suatu kultur agama sehingga cara berpakaian, cara makan, dan lain-lain harus mengikuti satu kultur tersebut. Dalam kondisi budaya seperti demikian maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah budaya ini merupakan budaya yang boleh diberi label tertentu lalu dibawa ke semua tempat? Seberapa jauhkah relatifitas suatu daerah dalam budaya? Demikian halnya dengan kultur barat yang membawa Kekristenan masuk ke Indonesia membawa dampak besar. Kultur Eropa itu dianggap sebagai kultur Kristen. Dampak itu tidak hanya pada cara hidup saja tetapi juga jiwa kolonialisme itu mempengaruhi pemikiran orang-orang di Asia. Ketika orang-orang Eropa datang ke Asia.


  • Christ and Culture in Paradox


Budaya hidup berada dalam dua dunia – Kristus punya kultur

tersendiri dan dunia juga punya kultur tersendiri, kedua

kultur ini berjalan secara bersamaan dimana keduanya tidak

saling menganggu dan tidak saling meniadakan. Pandangan

inilah yang diajarkan oleh kaum posmodern. Konsep ini

menjadikan orang Kristen hidup dalam dua dunia. Sebagai

contoh, ketika orang berada di dalam gereja maka ia harus

langsung menyesuaikan diri dengan kultur yang dianggap

sebagai kultur Kristen, orang harus berlaku sopan, jujur

namun ketika berada di luar lingkungan gereja maka orang

boleh liar dan berbuat sesuka hati layaknya dunia. Konsep

ini dianggap relevan di abad 20 ini namun Kekristenan tidak

setuju akan pandangan ini.


  • Christ the Transformer of Culture

Kristus mentransform kultur artinya bahwa kultur itu tidak

salah cuma kultur itu perlu ditransformasi. Pertanyaannya

benarkah kultur bisa dirubah? Kristus menebus budaya berarti

ada nilai yang harus dibayar. Hal ini yang lebih tepat dalam

mandat budaya. Christ transforming culture, Kristus mengisi

kembali budaya yang sudah ada untuk dikembalikan pada apa

yang seharusnya. Ada beberapa prinsip penting yang harus

diperhatikan ketika mentransform, yakni: kita harus tahu

mana yang harus dan mana yang tidak, mana yang mutlak dan

mana yang relatif. Sesuatu yang harus dirubah maka harus

dirubah – perubahan ini sifatnya esensial tetapi ada bagian-

bagian tertentu yang relatif harus berproses seiring dengan

berjalannya waktu. Kita harus peka ketika kita masuk dalam

suatu budaya, kita tidak perlu merubah budaya yang ada

sepanjang budaya itu baik dan agung. Budaya pasti punya

unsur baik sebagai anugerah umum namun sayang, budaya tidak

mengerti apa yang disebut dengan anugerah umum. Sangatlah

disayangkan, konsep anugerah umum inipun tidak dimengerti,

orang tidak mengerti bahwa pencemaran dosa menyebabkan

budaya menjadi liar dan untuk dapat memilah ini dibutuhkan

anugerah khusus, yakni anugerah keselamatan. Adalah tugas

Kekristenan membukakan tentang kebenaran kepada mereka.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar